Pasar keuangan global tengah dilanda ketidakpastian menjelang pertemuan Federal Reserve (The Fed) pada 18-19 Maret lalu. Para investor menghadapi dilema akibat inflasi yang masih tinggi dan ketidakpastian mengenai pemangkasan suku bunga. Saham-saham utama mengalami penurunan signifikan, dengan S&P 500 turun 8 persen sejak Februari dan Nasdaq jatuh 4 persen pada 10 Maret. Di tengah kondisi ini, Bitcoin justru menunjukkan pergerakan yang stagnan meskipun likuiditas global meningkat.
Pasokan Uang M2 Meningkat, Bitcoin Masih Stagnan
Saat ini, pasokan uang M2 global telah mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 108,2 triliun per 10 Maret, meningkat 3,5 persen sejak awal tahun. Secara historis, peningkatan likuiditas seperti ini seharusnya mendorong kenaikan harga aset berisiko, termasuk Bitcoin. Namun, pergerakan Bitcoin masih belum signifikan.
M2 merupakan indikator utama likuiditas global yang mencakup uang tunai, deposito bank, dan aset cair lainnya. Dalam banyak kasus sebelumnya, peningkatan M2 biasanya menarik minat investor terhadap aset dengan potensi imbal hasil tinggi. Namun, Bitcoin tampaknya masih mengalami keterlambatan reaksi terhadap tren ini. Secara historis, Bitcoin membutuhkan sekitar 10 minggu untuk mulai merespons peningkatan M2, yang berarti potensi reli harga bisa terjadi dalam beberapa bulan ke depan.
The Fed Diprediksi Hentikan Quantitative Tightening (QT)
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pasar adalah kebijakan moneter The Fed. Sejak 2022, bank sentral AS telah menjalankan program Quantitative Tightening (QT) guna mengurangi jumlah uang beredar dengan tidak melakukan reinvestasi terhadap obligasi yang jatuh tempo. Kebijakan ini memperketat likuiditas dan membuat pergerakan pasar menjadi lebih sulit.
Namun, terdapat indikasi bahwa The Fed mulai mempertimbangkan untuk menghentikan QT. Pasar taruhan Polymarket bahkan memperkirakan peluang 100 persen bahwa QT akan berakhir sebelum 30 April 2024. Jika kebijakan ini benar-benar dihentikan, beberapa dampak yang bisa terjadi meliputi:
- Penurunan suku bunga jangka panjang, sehingga kredit menjadi lebih mudah diakses.
- Pelemahan dolar AS, yang umumnya menguntungkan aset seperti emas dan Bitcoin.
- Meningkatnya permintaan terhadap aset berisiko, termasuk mata uang kripto.
Tekanan dari Faktor Institusional
Di sisi lain, Bitcoin masih menghadapi tekanan dari faktor institusional. CEO CryptoQuant, Ki Young Ju, mengungkapkan bahwa berbagai indikator on-chain menunjukkan pasar sedang dalam fase bearish. Ini berarti sentimen negatif masih mendominasi pergerakan harga Bitcoin dalam jangka pendek.
Selain itu, kebijakan pemerintah AS terkait Bitcoin juga turut menjadi faktor penentu. Pemerintah AS mulai mengadopsi Bitcoin sebagai bagian dari cadangan strategis (Bitcoin Strategic Reserve/BSR). Namun, langkah ini mendapat tekanan dari International Monetary Fund (IMF) dan lembaga pemeringkat kredit, yang bahkan mendorong AS untuk menjual sebagian cadangan Bitcoinnya.
Jika pemerintah AS benar-benar melepas Bitcoin dalam jumlah besar, harga kripto ini bisa semakin tertekan dalam jangka pendek. Namun, di sisi lain, jika tekanan ini berkurang dan The Fed mengakhiri QT, Bitcoin berpotensi mengalami reli dalam beberapa bulan ke depan.