Jack Dorsey baru-baru ini menyatakan bahwa “small businesses can be their own bank” dengan bantuan Bitcoin. Maksud pernyataan berani ini adalah UMKM dapat beroperasi layaknya memiliki bank sendiri tanpa bergantung pada bank konvensional. Dorsey menyoroti kekuatan desentralisasi Bitcoin dalam memberikan kendali penuh kepada pemilik usaha. Bitcoin memungkinkan sistem keuangan peer-to-peer langsung tanpa perantara bank tradisional. Bagi banyak UMKM yang kerap terbebani biaya tinggi, proses lambat, atau syarat ketat perbankan, Bitcoin menawarkan alternatif. Dengan Bitcoin, mereka dapat mengirim dan menerima pembayaran secara global, menyimpan nilai dengan aman, serta mengontrol dana sepenuhnya tanpa “penjaga gerbang” finansial. Pernyataan Dorsey ini sejalan dengan tren tumbuhnya desentralisasi finansial, di mana kripto dipandang sebagai lifeline baru bagi bisnis kecil agar lebih mandiri.
Sebagai pendiri Twitter dan CEO Block (dulu Square), Jack Dorsey memang dikenal sebagai pendukung gigih Bitcoin. Ia percaya sistem keuangan masa depan akan terbuka, terdesentralisasi, dan digerakkan teknologi – bukan lembaga terpusat. Menurut Dorsey, Bitcoin dapat menciptakan level playing field bagi UMKM, terutama yang kurang terlayani bank. Dengan Bitcoin, UMKM tak perlu lagi bergantung pada institusi finansial tradisional; mereka bisa beroperasi mandiri, menghemat biaya transaksi, dan merambah pasar global. Singkatnya, Bitcoin memberi peluang bagi pelaku usaha kecil untuk “menjadi bank bagi dirinya sendiri”. Pernyataan ini muncul pada Mei 2025 dan langsung menggaungkan semangat kemandirian finansial UMKM di era kripto.
Jack Dorsey: Profil dan Kiprah di Ekosistem Bitcoin
Jack Dorsey adalah tokoh teknologi ternama – co-founder Twitter yang kini fokus mengembangkan ekosistem Bitcoin melalui perusahaannya, Block (sebelumnya bernama Square). Visi Dorsey selalu jelas: memberdayakan UMKM dengan teknologi finansial mutakhir. Sejak mendirikan Square pada 2009 untuk membantu pedagang kecil menerima pembayaran kartu, ia konsisten mendukung inklusi keuangan UMKM. Ketika Square berevolusi menjadi Block, Dorsey kian aktif mendorong adopsi Bitcoin dalam layanan keuangan arus utama. Ia bahkan menempatkan Bitcoin sebagai inti strategi bisnisnya: Block tercatat memiliki 8.485 BTC (senilai lebih dari $700 juta) sebagai aset perusahaan pada 2025, menegaskan keyakinannya bahwa Bitcoin adalah aset strategis jangka panjang.
Dorsey juga terlibat langsung membangun infrastruktur BTC. Ia mendanai berbagai proyek open-source dan menyiapkan inisiatif seperti Spiral (sebelumnya Square Crypto) untuk pengembangan ekosistem Bitcoin. Secara publik, Dorsey kerap menegaskan dukungannya pada Bitcoin di atas mata uang kripto lain, karena ia melihat Bitcoin sebagai “uang internet” paling solid. Komitmen ini termasuk mendorong penggunaan Bitcoin bagi komunitas yang underbanked. Ia percaya BTC dapat memberikan kebebasan finansial bagi masyarakat dan UMKM yang selama ini terpinggirkan oleh sistem perbankan tradisional. Melalui Block, Dorsey menggabungkan inovasi pembayaran digital dengan filosofi desentralisasi Bitcoin. Dukungan aktifnya terlihat dalam integrasi BTC ke produk-produk populer seperti Cash App dan pengembangan dompet hardware Bitkey. Semua ini menunjukkan peran Dorsey sebagai champion Bitcoin yang berupaya menjembatani dunia kripto dengan kebutuhan nyata pelaku UMKM.
Square, Cash App, dan Bitkey: Ekosistem Mandiri untuk UMKM
Jack Dorsey membentuk Block sebagai ekosistem keuangan yang menyatu untuk mendukung UMKM secara penuh. Tiga pilar utama dalam ekosistem ini adalah Square, Cash App, dan Bitkey. Square berperan sebagai sistem point-of-sale (POS) yang memudahkan pelaku usaha menerima berbagai metode pembayaran, baik kartu kredit, debit, maupun digital. Transaksi pun menjadi lebih cepat dan efisien, baik di toko fisik maupun online. Sementara itu, Cash App berfungsi di sisi konsumen, memungkinkan pengguna mengirim uang, menerima pembayaran, dan membeli Bitcoin secara instan. Kini, Block tengah menyatukan Square dan Cash App agar menciptakan alur pembayaran langsung antara konsumen dan merchant. Jack Dorsey menyebut ini sebagai “dua sisi meja transaksi” yang saling terhubung. Ryan Budd, kepala produk Cash App, menyatakan bahwa mereka sedang mengembangkan insentif khusus bagi UMKM berbasis Square yang terkoneksi ke Cash App, menciptakan sistem transaksi yang efisien dan terintegrasi.
Di sisi lain, Bitkey menjadi jembatan antara UMKM dan aset digital. Dompet non-kustodial ini dirancang untuk menyimpan Bitcoin secara aman tanpa keterlibatan pihak ketiga. Bitkey diluncurkan akhir 2023 dan sudah tersedia di lebih dari 90 negara, termasuk Indonesia. Dengan Bitkey, pelaku usaha bisa menyimpan sebagian pendapatan mereka dalam bentuk Bitcoin secara mandiri, sebagai bentuk investasi jangka panjang. Integrasi antara Square, Cash App, dan Bitkey menciptakan ekosistem keuangan mandiri bagi UMKM. Mereka dapat menerima pembayaran, mengelola arus kas, dan membangun kekayaan tanpa tergantung pada lembaga perbankan. Dengan strategi ini, Dorsey ingin mewujudkan visinya: memungkinkan UMKM menjalankan fungsi “bank mini” sendiri, yang aman, efisien, dan sepenuhnya dalam kendali mereka.
Strategi UMKM: Kendali Aset, Pembayaran, dan Kekayaan dengan Bitcoin
Mengadopsi Bitcoin secara strategis membuka peluang besar bagi UMKM untuk mengelola aset dan keuangan mereka secara lebih mandiri. Salah satu keunggulan utama adalah kendali penuh atas aset. Dengan menggunakan dompet non-kustodial seperti Bitkey, UMKM dapat menyimpan sebagian dana bisnis mereka dalam bentuk Bitcoin tanpa melalui bank atau pihak ketiga. Mereka memegang sendiri private key, yang berarti hanya pemiliknya yang bisa mengakses dan mengelola aset tersebut. Risiko aset dibekukan atau dibatasi oleh lembaga lain menjadi tidak relevan. Namun, tanggung jawab keamanan juga sepenuhnya berada di tangan pelaku usaha. Maka, edukasi tentang perlindungan kunci privat menjadi sangat penting.
Selain itu, Bitcoin menawarkan solusi pembayaran lintas negara yang efisien dan murah. UMKM di Indonesia, misalnya, bisa menjual produk ke pembeli global yang membayar dalam Bitcoin, tanpa kendala mata uang atau biaya tinggi dari sistem pembayaran konvensional. Transaksi kripto biasanya hanya memakan biaya di bawah 1%, jauh lebih rendah dibanding kartu kredit. Lebih dari itu, transaksi bersifat final sehingga risiko chargeback hilang. Survei Deloitte bahkan mencatat bahwa 3 dari 4 peritel global tertarik menerima kripto untuk menjaring konsumen digital yang melek teknologi.
Dalam pengelolaan keuangan, platform seperti Cash App membantu UMKM memantau arus kas dan berinvestasi Bitcoin secara fleksibel. Pendapatan bisa langsung dikonversi sebagian ke rupiah untuk operasional, sisanya disimpan dalam BTC sebagai tabungan jangka panjang. Di El Salvador, seorang pemilik toko berhasil mengubah investasi Bitcoin senilai $2.200 menjadi $19.000 hanya dalam beberapa tahun. Uang itu digunakan untuk mengembangkan bisnisnya. Ini menunjukkan bagaimana Bitcoin, jika dikelola dengan disiplin, bisa menjadi “emas digital” yang memperkuat ketahanan ekonomi UMKM.
Baca Juga : BlackRock Borong Bitcoin: Strategi Investasi, ETF Spot, dan Dampaknya pada Pasar Kripto
Contoh Nyata Penerapan Bitcoin oleh UMKM
Konsep “UMKM mandiri dengan Bitcoin” telah menjadi kenyataan di beberapa belahan dunia, dengan El Zonte, El Salvador menjadi contoh paling mencolok. Di komunitas yang dikenal sebagai “Bitcoin Beach” ini, puluhan UMKM seperti warung, toko kelontong, dan jasa selancar rutin menerima pembayaran dalam bentuk Bitcoin. Ekonomi lokal berbasis kripto berkembang pesat di sana. Salah satu kisah inspiratif datang dari Maria Aguirre, pemilik toko kelontong yang mulai menabung Bitcoin sejak 2019. Dari investasi awal sebesar $2.200, nilainya melonjak menjadi sekitar $19.000 seiring kenaikan harga Bitcoin. Maria menggunakan keuntungan itu untuk membeli peralatan rumah tangga dan memperkuat usaha kecilnya. Bagi Maria, Bitcoin telah menjadi alat nyata membangun ketahanan ekonomi keluarga.
Masih di wilayah El Zonte, ada kisah Rosalina Franco, seorang nenek berusia 70 tahun yang mengelola warung makan kecil. Awalnya, ia kesulitan mengikuti perkembangan teknologi, tetapi lambat laun ia terbiasa menerima pembayaran Bitcoin dari wisatawan. Strateginya sederhana namun efektif: setiap BTC yang ia terima tidak dibelanjakan, melainkan ditabung. Walaupun fluktuasi harga sempat membuatnya khawatir, simpanan Bitcoin ini justru memberi keamanan finansial di usia lanjut. Lain halnya dengan Blanca Castillo, pemilik kios bunga berusia 25 tahun. Ia melihat Bitcoin sebagai peluang, tetapi juga sadar pentingnya memantau harga pasar. Dengan lebih banyak pengetahuan, Blanca mampu mengelola aset digitalnya dengan bijak.
Di luar El Salvador, tren serupa berkembang di negara-negara dengan inflasi tinggi, seperti Argentina. Di tengah inflasi tahunan yang melampaui 270%, banyak warga termasuk pelaku UMKM mulai menyimpan kekayaan mereka dalam bentuk Bitcoin, bukan Peso. Permintaan BTC pun melonjak drastis, menjadikan Argentina salah satu negara dengan tingkat adopsi kripto tertinggi di dunia. Bagi mereka, Bitcoin adalah bentuk perlindungan terhadap keruntuhan mata uang nasional.
Tantangan dan Risiko Adopsi Bitcoin bagi UMKM
Meskipun adopsi Bitcoin menjanjikan banyak manfaat bagi UMKM, realitanya tidak semudah membalik telapak tangan. Salah satu tantangan paling besar adalah fluktuasi harga atau volatilitas. Bitcoin terkenal memiliki harga yang sangat dinamis. Misalnya, di akhir 2021 harganya sempat menyentuh rekor sekitar Rp1 miliar ($73.000), tetapi setahun kemudian merosot tajam ke bawah Rp250 juta ($17.000). Bagi pelaku UMKM, perubahan drastis ini bisa menjadi mimpi buruk, terutama jika terlalu banyak menyimpan Bitcoin tanpa perencanaan. Blanca, seorang pedagang kecil di El Salvador, mengaku harus terus memantau harga untuk menghindari kerugian. Oleh karena itu, strategi manajemen risiko sangat penting. UMKM sebaiknya hanya menyimpan sebagian kecil aset dalam bentuk Bitcoin dan langsung mencairkan sisanya untuk kebutuhan operasional. Pendekatan ini dapat membantu menyeimbangkan antara potensi keuntungan jangka panjang dan kebutuhan kas harian.
Selain volatilitas, regulasi juga menjadi faktor penting. Di banyak negara, status hukum Bitcoin masih belum sepenuhnya jelas. Di Indonesia, misalnya, Bitcoin legal sebagai komoditas investasi di bawah pengawasan Bappebti, namun belum sah sebagai alat pembayaran. Artinya, UMKM tidak boleh menggunakan Bitcoin sebagai sarana transaksi resmi. Jika melanggar, mereka bisa dikenai sanksi hukum. Maka dari itu, pelaku usaha perlu terus memantau perkembangan regulasi dan berkonsultasi dengan ahli hukum sebelum memasukkan Bitcoin ke dalam model bisnis.
Tak kalah penting, literasi digital dan kepercayaan menjadi penghalang besar. Banyak pelaku UMKM yang belum terbiasa menggunakan dompet digital, memahami konsep seed phrase, atau menyadari risiko penipuan. Kasus di El Salvador menjadi pelajaran berharga: meskipun pemerintah melegalkan Bitcoin, 88% penduduk pada 2023 tidak menggunakannya karena kurang paham atau tidak percaya. Edukasi, pelatihan, dan pendampingan menjadi kunci sukses adopsi Bitcoin di kalangan UMKM.
Kesiapan infrastruktur
turut memengaruhi kesuksesan adopsi. Transaksi BTC memerlukan koneksi internet dan perangkat yang mumpuni. Di kota besar hal ini mungkin bukan masalah, tapi bagi UMKM di daerah terpencil dengan sinyal terbatas, menerima pembayaran Bitcoin bisa menjadi tantangan praktis. Selain itu, ekosistem pendukung seperti layanan payment gateway kripto, ATM Bitcoin, atau platform konversi ke rupiah masih berkembang dan belum merata. Minimnya infrastruktur dapat membuat pengalaman penggunaan BTC kurang mulus (misalnya transaksi lambat saat jaringan padat, atau biaya miner fee yang tiba-tiba tinggi). UMKM perlu mempertimbangkan solusi seperti Lightning Network untuk transaksi mikro yang lebih cepat dan murah, meski itu pun butuh pemahaman teknis ekstra.
Terakhir, aspek keamanan tidak boleh diabaikan. Menjadi “bank sendiri” artinya UMKM harus mengamankan asetnya sendiri. Jika kunci privat hilang atau dicuri, Bitcoin bisa lenyap tanpa jalan pemulihan – berbeda dengan rekening bank yang ada perlindungan otoritas. Risiko peretasan, phishing, atau human error (salah kirim ke alamat yang keliru) harus dimitigasi dengan praktik keamanan yang ketat. Penggunaan dompet hardware seperti Bitkey sangat disarankan untuk penyimpanan jangka panjang karena menawarkan keamanan lebih tinggi daripada dompet online. Namun, bahkan hardware wallet pun percuma jika frase pemulihannya disimpan ceroboh. Dengan kata lain, trustless system ala Bitcoin mengharuskan pengguna memikul tanggung jawab penuh.
Sebagai penutup, adopsi Bitcoin oleh UMKM ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, potensi strategisnya besar: kemandirian finansial, akses pasar luas, efisiensi biaya, dan peluang peningkatan aset. Di sisi lain, tantangan volatilitas, regulasi, literasi, infrastruktur, dan keamanan perlu dikelola dengan serius. Bagi pelaku UMKM dan peminat BTC, pendekatan yang edukatif dan bertahap adalah kuncinya. Dengan pemahaman yang matang dan mitigasi risiko yang tepat, “menjadi bank sendiri” bukan lagi sekadar slogan, melainkan strategi nyata untuk membangun usaha kecil yang tangguh dan berdaya saing di era ekonomi digital berbasis BTC.
Sumber:
Binance/CoinoMedia – Jack Dorsey: Bitcoin Empowers Small Businesses as Banks (2025)
CryptoBriefing – Bitcoin payments for Square and Bitkey in progress (Apr 2025)
Payments Dive – Cash App exec hints at Square integration (2024)
Wikipedia – Block, Inc. (akses Mei 2025)
American Banker – Block… will make Cash App the primary account for business clients (2023)
Business News Daily – Should Your Small Business Accept Cryptocurrency? (2023)
Economic Times/AFP – El Salvador’s ‘Bitcoin Beach’ (Mar 2024)
Economic Times/AFP – (ibid.)
Bloomberg – Bitcoin Is Trumping Dollars for Inflation-Weary Argentines (Mar 2024)
Sumsub – Crypto Regulations in Indonesia 2024 (2025)
Economic Times/AFP – El Salvador’s ‘Bitcoin Beach’ (Mar 2024)