AstroAgents adalah sistem AI otonom yang terdiri dari delapan agen virtual yang di rancang untuk meniru cara kerja tim peneliti astrobiologi. Dengan dukungan large language model (LLM) seperti Claude Sonnet 3.5 dan Gemini 2.0 Flash, sistem ini mampu membaca literatur ilmiah, membentuk hipotesis, hingga menyusun draf makalah secara otomatis. Tujuannya adalah mempercepat proses ilmiah dalam astrobiologi, bidang yang meneliti asal-usul kehidupan dan kemungkinan eksistensinya di luar Bumi. AstroAgents telah di presentasikan pada konferensi ICLR 2025 dan akan di gunakan untuk menganalisis sampel batuan Mars yang dibawa pulang NASA. Menurut astrobiolog NASA, Denise Buckner, teknologi ini membantu memetakan biosignature dengan lebih tepat. Dengan analisis mendalam terhadap molekul organik, AstroAgents di harapkan dapat mengungkap tanda-tanda kimia yang menunjukkan adanya kehidupan purba, baik di Bumi awal maupun lingkungan ekstraterestrial seperti Mars atau asteroid.
Sistem AI Agentik: Delapan Peneliti Virtual Kolaboratif
AstroAgents merupakan contoh AI agentik – sistem AI otonom berbasis LLM yang tidak pasif menunggu perintah, tetapi aktif mengambil keputusan, merencanakan langkah, dan beradaptasi selama proses penelitian. Alih-alih satu algoritme tunggal, AstroAgents terdiri dari delapan agen AI spesialis yang bekerja layaknya delapan peneliti virtual dengan peran berbeda. Pembagian peran ini memungkinkan kolaborasi terstruktur, di mana tiap agen fokus pada tugas tertentu namun saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Berikut komponen tim AstroAgents:
- Agen Analis Data – memproses data spektrometri massa, mencari pola penting, anomali, dan potensi kontaminasi lingkungan dalam sampel.
- Agen Perencana – membagi tugas analisis ke beberapa “agen ilmuwan” spesialis, menentukan bagian data mana yang di teliti masing-masing.
- Tiga Agen Ilmuwan – mendalami data yang telah di pecah oleh perencana; setiap agen ilmuwan fokus pada aspek berbeda dari data (misal, satu meneliti senyawa hidrokarbon tertentu, lainnya senyawa bersulfur atau beroksigen, dll.) untuk mengajukan hipotesis awal.
- Agen Akumulator – mengumpulkan semua hipotesis dari para agen ilmuwan, menyatukan temuan yang serupa, dan mengeliminasi duplikasi sehingga di hasilkan daftar hipotesis unik.
- Agen Penelaah Literatur – menelusuri literatur ilmiah (misalnya melalui Semantic Scholar) terkait tiap hipotesis, lalu menyajikan rangkuman temuan kunci dari publikasi yang relevan.
- Agen Kritikus – mengevaluasi hipotesis yang di usulkan beserta dukungan literaturnya, memberikan kritik ilmiah mendalam dan saran perbaikan. Masukan dari kritikus ini kemudian dikirim kembali ke agen analis data untuk memicu iterasi penyempurnaan berikutnya.
Sinergi kedelapan agen ini membuat AstroAgents istimewa. Masing-masing berfungsi otonom sesuai prompt perannya namun hasil kerjanya saling melengkapi. Pendekatan “bagi dan taklukkan” ini memungkinkan penanganan masalah astrobiologi yang kompleks secara lebih efisien. Dengan agen perencana sebagai koordinator, tim AI dapat bergerak dinamis seperti regu peneliti manusia: menganalisis data, bertukar informasi, dan berdebat kritis untuk menghasilkan ide-ide ilmiah baru.
Proses Penelitian Otomatis: Dari Membaca Literatur hingga Menulis Makalah
BAstroAgents merevolusi cara kerja penelitian ilmiah dengan menciptakan sistem yang otomatis dan paralel, berbeda dari alur riset tradisional yang memerlukan waktu berbulan-bulan. Sistem ini terdiri dari berbagai agen AI yang menangani setiap tahap proses riset secara terpadu dan berurutan, menyerupai alur kerja tim ilmuwan manusia yang terorganisasi.
Langkah pertama dimulai dari kompilasi literatur, di mana ilmuwan manusia memasukkan referensi penting seperti jurnal dan buku astrobiologi. LLM menyerap pengetahuan ini agar setiap agen memahami konteks teoritis secara mendalam. Selanjutnya, Agen Analis Data memeriksa data spektrometri massa dari meteorit atau sampel tanah, mendeteksi pola molekul, senyawa organik, atau anomali yang bisa menandakan potensi kehidupan.
Setelah itu, Agen Perencana membagi data menjadi beberapa segmen dan menugaskannya ke tiga Agen Ilmuwan, yang kemudian mengajukan hipotesis awal berdasarkan hasil analisis. Agen Akumulator menggabungkan semua hipotesis tersebut, mengeliminasi yang redundan, dan mengarahkan masing-masing ke Agen Penelaah Literatur, yang mencari dukungan atau penyangkalan dari literatur ilmiah terdahulu.
Agen Kritikus lalu mengevaluasi setiap hipotesis secara kritis dan memberikan saran perbaikan. Umpan balik ini dikirim kembali ke Agen Analis Data, dan proses berulang hingga hipotesis menjadi lebih tajam dan akurat. Dalam uji coba, proses ini bisa mencapai hingga 10 iterasi.
Sebagai penutup, sistem menyusun draf makalah ilmiah berdasarkan hipotesis terpilih, lengkap dengan referensi dan argumen pendukung. Ilmuwan manusia kemudian meninjau dan menyuntingnya sebelum dipublikasikan. Dengan alur ini, AstroAgents secara efektif meniru seluruh siklus penelitian ilmiah, mempercepat penemuan dan menjaga akurasi ilmiah.
Analisis Spektrometri Meteorit dan Tanah Ekstrem
Salah satu demonstrasi kemampuan AstroAgents di lakukan dengan data nyata dari meteorit dan tanah di Bumi. Para peneliti memberikan data spektrometri massa dari delapan meteorit serta sepuluh sampel tanah yang di ambil dari berbagai lokasi ekstrem di Bumi (termasuk Antartika dan Gurun Atacama, Cile). Data ini mencakup komposisi molekul organik yang terdeteksi dalam meteorit berkarbon dan tanah tandus – lingkungan yang keduanya relevan dengan astrobiologi. Melalui beberapa putaran analisis dan generasi hipotesis, AstroAgents berhasil menghasilkan puluhan hingga ratusan hipotesis ilmiah terkait perbedaan kimia antara meteorit dan tanah tersebut.
Menariknya, dua model LLM berbeda di gunakan secara terpisah dalam uji coba ini: Claude Sonnet 3.5 dan Gemini 2.0 Flash. Meskipun keduanya menjalankan peran agen-agen yang sama, hasilnya memiliki skala berbeda. Dengan 10 iterasi, konfigurasi berbasis Claude 3.5 Sonnet menghasilkan 48 hipotesis, sementara versi Gemini 2.0 Flash yang memiliki kapasitas konteks lebih besar mampu menghasilkan 101 hipotesis. Setiap hipotesis kemudian di nilai oleh seorang pakar astrobiologi berdasarkan enam kriteria, termasuk kebaruan (novelty) dan dukungan empiris. Hasil evaluasi menunjukkan sekitar sepertiga dari total >100 hipotesis yang di hasilkan di anggap plausibel (masuk akal secara ilmiah), dan di antara yang plausibel itu sekitar 66% merupakan gagasan baru yang belum pernah di laporkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemampuan AstroAgents dalam menjaring ide-ide segar dari pola data, melampaui apa yang mungkin terpikir oleh manusia dalam waktu singkat.
Untuk memahami jenis hipotesis yang muncul, berikut dua contoh temuan AstroAgents dari data meteorit vs tanah:
Dua hipotesis utama dari AstroAgents menunjukkan kemampuan sistem AI ini dalam membedakan antara jejak kimia yang bersifat abiologis dan biologis. Hipotesis pertama muncul dari pengamatan bahwa beberapa senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) yang telah termetilasi, seperti 2-metilnaftalena dan trimetilnaftalena, hanya di temukan pada sampel meteorit dan sama sekali tidak ada pada tanah Bumi. Dari sini, AstroAgents mendalilkan bahwa proses metilasi PAH tersebut kemungkinan terjadi secara abiotik di luar angkasa, seperti di asteroid atau komet, tanpa keterlibatan makhluk hidup. Temuan ini selaras dengan literatur astrobiologi, yang memang menyatakan bahwa PAH umumnya terbentuk dalam lingkungan kosmik melalui reaksi kimia non-biologis. Dengan kata lain, molekul tersebut menjadi “sidik jari kimia” dari proses luar bumi yang tidak berkaitan dengan kehidupan.
Sebaliknya, hipotesis kedua berangkat dari deteksi senyawa mirip terpene yang hanya di temukan di sampel tanah dan tidak terdeteksi di meteorit. Terpene, yang memiliki struktur isoprenoid bercabang, biasanya di produksi melalui proses biosintesis oleh makhluk hidup, misalnya dalam tumbuhan. AI menyimpulkan bahwa struktur kompleks ini sulit terbentuk secara abiotik, sehingga kehadirannya mengindikasikan asal biologis. Ini menjadikan terpene sebagai kandidat kuat biomarker, atau penanda hayati.
Kedua hipotesis tersebut memperlihatkan kemampuan AstroAgents dalam mengidentifikasi pola molekuler dan mengaitkannya dengan konteks asal-usulnya. Meski tidak semua gagasan sepenuhnya baru, banyak ide yang di anggap segar dan tidak terpikirkan sebelumnya oleh ilmuwan manusia. Dengan memanfaatkan kolaborasi antar-agen AI dan evaluasi akhir oleh manusia, sistem ini menghasilkan insight kimia yang tajam dan relevan untuk pencarian kehidupan di alam semesta.
Jejak Kehidupan: Molekul Organik dan Astrobiologi
Pendekatan ilmiah AstroAgents berakar pada prinsip dasar astrobiologi: molekul organik dapat menjadi petunjuk penting adanya kehidupan atau proses prabiotik. Para ilmuwan selama bertahun-tahun mempelajari meteorit dan lingkungan ekstrem di Bumi untuk memahami bagaimana unsur-unsur kehidupan bisa terbentuk secara alami. Contohnya, meteorit karbon seperti Murchison di ketahui mengandung asam amino, basa nukleotida, dan bahkan gula seperti ribosa—komponen vital pembentuk protein dan RNA. Temuan ini memperkuat hipotesis bahwa reaksi kimia di luar angkasa, khususnya di asteroid, mampu membentuk molekul organik sederhana. Saat meteorit jatuh ke Bumi purba, materi tersebut mungkin ikut memicu munculnya kehidupan.
Sementara itu, lingkungan ekstrem di Bumi di gunakan sebagai analog Mars. Gurun Atacama yang sangat kering hampir tidak mengandung air dan nutrisi, mencerminkan kondisi permukaan Mars. Studi menunjukkan bahwa jejak kehidupan di inti Atacama sangat sulit terdeteksi—hanya analisis DNA yang mampu mengungkap keberadaan mikroorganisme laten, sebuah fenomena yang di kenal sebagai dark microbiome. Antartika juga menyumbangkan meteorit Mars dan menyediakan tanah kering McMurdo dengan kandungan organik yang sangat rendah, menjadikannya tempat yang ideal untuk studi astrobiologi.
Namun, deteksi kehidupan bukan perkara sederhana. Misi Viking tahun 1976 gagal mendeteksi senyawa organik di Mars, kemungkinan karena jumlahnya sangat sedikit. Misi Curiosity dan Perseverance menemukan molekul organik sederhana, tetapi belum cukup untuk disebut sebagai biomarker kehidupan. Untuk itu, astrobiolog kini menggunakan beragam metode analisis—spektrometri massa, kromatografi, isotop, dan mikroskopi—untuk menemukan biosignature tersembunyi.
Dalam konteks inilah AstroAgents menjadi sangat relevan. Ia dapat menyaring ribuan data molekuler, mencocokkannya dengan literatur ilmiah, dan segera mengaitkan pola kimia dengan kemungkinan asal biologis. Dengan bantuan AI ini, ilmuwan tidak melewatkan jejak halus yang bisa mengungkap asal-usul kehidupan di Mars dan sekitarnya.
Peran AI dalam Analisis Sampel NASA Mendatang
NASA tengah mempersiapkan misi ambisius bernama Mars Sample Return, yang akan membawa pulang sampel batuan dan tanah dari Planet Merah ke Bumi. Tujuan utama dari misi ini adalah untuk menjawab pertanyaan paling fundamental dalam astrobiologi: apakah Mars pernah memiliki kehidupan? Saat sampel tersebut tiba, proses analisis akan di lakukan secara intensif di laboratorium Bumi menggunakan berbagai instrumen canggih. Di sinilah AstroAgents di proyeksikan memainkan peran strategis. Sebagai sistem AI agentik, AstroAgents mampu memindai data kimia dari batuan Mars, termasuk hasil GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry), lalu mencocokkannya dengan basis pengetahuan astrobiologi yang luas untuk mengidentifikasi potensi tanda kehidupan atau biosignature.
Jika di temukan molekul organik, AstroAgents akan membandingkannya dengan data yang sudah di kumpulkan dari meteorit dan tanah ekstrem di Bumi. Sistem ini lalu menyusun hipotesis apakah molekul tersebut terbentuk secara abiotik atau layak di curigai sebagai hasil aktivitas biologis. Agen-agen AI dalam sistem ini, seperti penelaah literatur dan kritikus ilmiah, akan memperkuat analisis dengan referensi dari publikasi sebelumnya dan mengevaluasi kekuatan bukti yang ada. Semua di lakukan dengan kecepatan tinggi, mempercepat proses interpretasi yang biasanya memakan waktu berminggu-minggu.
Meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan ilmuwan manusia, AstroAgents bertindak sebagai “pemandu” yang membantu memfokuskan perhatian pada temuan paling menjanjikan. Hal ini sangat penting mengingat jumlah sampel Mars sangat terbatas dan tidak bisa disia-siakan. Lebih jauh lagi, AstroAgents dikembangkan bersama peneliti NASA Goddard dan akademisi, menandakan tren baru dalam kolaborasi manusia dan AI. Ke depannya, sistem ini juga bisa diterapkan untuk menganalisis sampel dari Bulan, Europa, atau bahkan debu komet, memperluas peran AI dalam eksplorasi kosmik.
Large Language Model sebagai Motor Agentik AI
Keunggulan sistem AstroAgents sangat bertumpu pada kemampuan Large Language Model (LLM) yang menjadi inti dari setiap agen AI. Dua model utama yang digunakan dalam proyek ini adalah Claude Sonnet 3.5 dan Gemini 2.0 Flash, keduanya merupakan LLM generasi terbaru yang telah dilatih menggunakan berbagai sumber pengetahuan seperti jurnal ilmiah, buku akademik, hingga basis data internet. Kekuatan mereka terletak pada pemahaman konteks mendalam serta kemampuan menghasilkan teks ilmiah secara logis dan terstruktur. Dalam kerangka AstroAgents, kedua model ini tidak sekadar menjawab pertanyaan, tetapi diberikan prompt atau instruksi khusus untuk menjalankan peran seperti ilmuwan virtual. Misalnya, Claude dapat bertindak sebagai agen perencana yang strategis, sementara Gemini mampu menjadi agen kritikus yang skeptis dan tajam.
Claude Sonnet 3.5 dikenal unggul dalam menjaga koordinasi antaragen dalam sistem multi-agen. Model ini menghasilkan hipotesis yang konsisten dengan literatur dan menyampaikan argumen secara jelas dan akurat. Sebaliknya, Gemini 2.0 Flash memiliki keunggulan dalam kapasitas memorinya yang luar biasa besar, mampu membaca hingga satu juta token dalam sekali input. Dalam percobaan, Gemini diberikan referensi tambahan berupa buku astrobiologi setebal 400 halaman. Hasilnya, ia mampu mengajukan lebih dari dua kali lipat hipotesis dibanding Claude, meskipun beberapa penyampaiannya kurang presisi. Namun, Gemini menghasilkan lebih banyak ide baru yang belum pernah muncul sebelumnya, menegaskan trade-off klasik antara eksplorasi luas dan akurasi.
AstroAgents memadukan LLM dengan kerangka kerja agentic AI, memungkinkan model ini bukan hanya pasif, tetapi aktif membentuk hipotesis dan berargumentasi. Meski begitu, untuk menjaga validitas ilmiah, sistem ini dilengkapi struktur berlapis seperti agen kritikus dan penelaah literatur yang berfungsi sebagai mekanisme pengaman dari potensi kesalahan atau halusinasi data.
Tantangan Etika dan Inovasi Ilmiah AI
Kemunculan “agen ilmuwan” seperti AstroAgents memicu perdebatan serius di kalangan ilmuwan dan etika sains. Salah satu isu utama adalah orisinalitas ide yang dihasilkan AI. Apakah AI benar-benar menciptakan gagasan baru, atau hanya menyusun ulang informasi lama secara cerdas? Sebuah studi tahun 2024 menunjukkan bahwa AI idea generator mampu menghasilkan konsep riset yang dianggap lebih orisinal dibanding ide dari 50 ilmuwan manusia. Dalam kasus AstroAgents, model Gemini berhasil menghasilkan banyak hipotesis yang dinilai baru, menunjukkan bahwa AI dapat menelusuri ruang ide yang belum dijelajahi manusia.
Namun, penting diingat bahwa definisi “baru” bersifat relatif. AI sering menyusun hipotesis dari kombinasi data yang tersebar, bukan dari penciptaan ide murni. Dalam hal ini, AI bertindak sebagai katalis pengetahuan, bukan inovator mutlak. Selain itu, hipotesis AI tetap perlu divalidasi secara eksperimental. Tanpa pemahaman konteks fisik atau biologis, AI bisa menyimpulkan hal yang tidak realistis. Maka, kolaborasi dengan ilmuwan manusia tetap krusial agar ide yang dihasilkan benar-benar bermanfaat secara ilmiah.
Isu lain adalah tanggung jawab ilmiah. Jurnal-jurnal besar memperbolehkan bantuan AI dalam penulisan, namun melarang mencantumkan AI sebagai penulis karena AI tidak bisa bertanggung jawab secara hukum atau etika. Dalam AstroAgents, peran AI terbatas sebagai alat bantu; hasil akhirnya tetap diverifikasi oleh manusia. Melanggar prinsip ini dianggap sebagai pelanggaran serius, setara manipulasi data.
Tantangan tambahan mencakup bias dalam data pelatihan dan kurangnya intuisi ilmiah. AI dapat melewatkan molekul penting jika data pelatihannya terbatas. Di sinilah keunggulan manusia sebagai penyaring dengan intuisi dan pengalaman berperan penting. Kombinasi AI sebagai generator ide dan ilmuwan sebagai penilai menjamin hasil ilmiah yang etis, akurat, dan kreatif.
Penutup: Masa Depan “AI Scientist” dalam Penelitian
AstroAgents menunjukkan masa depan di mana kecerdasan buatan berperan sebagai mitra ilmuwan dalam menjelajahi dan memahami misteri alam. Dengan LLM dan kerangka agentik, sistem ini mampu merumuskan hipotesis dari data kompleks secara mandiri, layaknya kreativitas manusia. Dalam perjalanannya menyelidiki asal-usul kehidupan, AstroAgents tidak menggantikan ilmuwan, melainkan memperluas jangkauan kemampuan mereka. Ide-ide orisinal masih perlu penilaian kritis manusia, tetapi AI dapat menyumbangkan “akal kedua” yang cepat dan tak kenal lelah.
Ke depan, “AI scientist” akan hadir di berbagai bidang, membantu tim ilmuwan menemukan pola dan pengetahuan baru secara kolaboratif. Tantangannya adalah menjaga kontrol AI, menjamin integritas ilmiah, dan melatih peneliti agar bisa bermitra secara efektif dengan kecerdasan buatan. Tetapi dengan pendekatan etis dan kolaboratif, agen-agen AI berpotensi mempercepat laju penemuan ilmiah melebihi yang pernah kita bayangkan. AstroAgents membuktikan sinergi manusia dan AI dapat mengungkap pertanyaan besar tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta kita.
Referensi:
- Moradpour, S. (2025). AI scientist ‘team’ joins the search for extraterrestrial life. Nature News .
- Epium. (2025). AI-powered AstroAgents accelerate search for extraterrestrial life.
- Saeedi, D. et al. (2025). AstroAgents: A Multi-Agent AI for Hypothesis Generation from Mass Spectrometry Data. arXiv preprint .
- JPL-NASA. (2017). Detecting Life in the Ultra-dry Atacama Desert.
- Steigerwald, W. (2019). First Detection of Sugars in Meteorites Gives Clues to Origin of Life. NASA News .
- Parro, V. et al. (2023). Dark microbiome and extremely low organics in Atacama fossil delta unveil Mars life detection limits. Nature Communications, 14, 808 .
- Conroy, G. (2024). Do AI models produce more original ideas than researchers? Nature News .
- Nature (2023). Daily briefing: ChatGPT listed as author on research papers.