Aksi ambil untung (profit-taking) di pasar kripto merujuk pada penjualan aset yang sudah naik untuk merealisasikan keuntungan. Fenomena ini biasanya memuncak pada puncak siklus pasar bullish. Data on-chain terakhir menunjukkan Bitcoin (BTC) mengalami gelombang profit-taking besar-besaran: rata-rata 7 hari (7DMA) realized profit Bitcoin diperkirakan mencapai sekitar US$1 miliar per hari. Situasi ini memicu kekhawatiran bahwa reli pasar dapat terhenti atau bahkan berbalik arah. CryptoQuant bahkan memperingatkan bahwa jika tingkat profit-taking saat ini berlanjut, Bitcoin berisiko mengalami “local top or sharp correction”. Menurut analis Willy Woo, fase pasar ini secara historis sering di ikuti oleh koreksi jangka pendek saat hampir semua pemegang aset sudah mengunci keuntungan. Singkatnya, profit-taking penting untuk dikenali karena biasa menandai akhir gelombang bullish dan potensi pembalikan harga.
Baca Juga : Michael Saylor Berencana Himpun US$84 Miliar untuk Borong Bitcoin Lagi
Data On-Chain: Aksi Ambil Untung Investor Jangka Pendek vs Jangka Panjang
Data on-chain terbaru memperlihatkan tekanan jual dari berbagai kelompok pemegang Bitcoin. CryptoQuant mencatat bahwa realized profit BTC saat ini berada di level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Rata-rata 7 hari dari laba yang terealisasi adalah sekitar US$1 miliar per hari. Ini berarti banyak trader dan investor yang mengambil untung secara simultan. Distribusi kepemilikan juga berubah: kepemilikan jangka panjang (long-term holders, LTH) menurun, sementara porsi yang di pegang oleh pemegang jangka pendek (short-term holders, STH) meningkat. Hal ini menunjukkan para pemegang lama cenderung melepas sebagian Bitcoin mereka di harga tinggi, sementara pembeli baru menyerap penawaran itu. Laporan CEX.IO menyimpulkan bahwa penurunan dominasi LTH (turun 9% sepanjang 2024) telah merilis sekitar 1,58 juta BTC ke pasar. CEX.IO bahkan memproyeksikan bahwa lonjakan permintaan institusional saat ini kemungkinan besar akan di imbangi oleh profit-taking dari LTH.
Meski sebagian besar profit-taking terjadi pada pemegang lama, institusi besar justru menunjukkan perilaku berbeda. Amberdata melaporkan perusahaan seperti MicroStrategy dan ETF Bitcoin BlackRock IBIT justru menambah posisi Bitcoin mereka selama periode ini. Artinya, institusi besar cenderung menahan (hodl) atau bahkan akumulasi, alih-alih panik jual seperti ritel. Namun demikian, aksi ambil untung juga tercermin di produk institusional: misalnya, BlackRock iShares Bitcoin Trust (IBIT) mengalami arus keluar record US$333 juta pada 2 Januari 2025 karena investor (cukup mencakup berbagai grup) “cashing out profits” setelah reli akhir tahun. Dengan kata lain, baik investor retail maupun institusi memanfaatkan momentum tinggi untuk merealisasikan keuntungan, meski institusi cenderung lebih berpegang pada strategi jangka panjang.
Perbandingan dengan Bull Market Sebelumnya (2021 dan 2024) dan Pola Koreksi
Fenomena profit-taking saat ini mengingatkan pada pola yang terlihat pada bull market sebelumnya. Pada puncak bull 2021, Bitcoin sempat menyentuh sekitar US$64.300 pada November 2021 dengan profit realisasi mencapai US$1,72 miliar. Tak lama kemudian harga BTC turun drastis hingga ke kisaran $30k–$40k dalam beberapa bulan berikutnya. Demikian pula pada akhir 2024 terjadi puncak baru: CoinMarketCap mencatat bahwa pada Desember 2024 BTC mencapai sekitar US$75.157, diiringi rekor profit realisasi US$3,51 miliar. Setelah itu, Bitcoin mengalami koreksi tajam. Menurut analisis on-chain, BTC terpantau turun dari puncak sekitar US$98.000 pada awal 2025 menuju rentang US$70.000–85.000. Artinya, kenaikan signifikan diikuti oleh aksi jual besar ketika investor mengamankan untung.
Dampak ini juga terlihat pada altcoin. Biasanya altcoin meroket saat fase bull market, namun kemudian murder wick alias koreksi parah terjadi saat momentum berbalik. Sebagai contoh, pada November 2021 harga Solana sempat di atas US$248, lalu hanya dalam dua bulan turun hingga 64% ke sekitar US$89. Kripto lainnya seperti XRP juga jatuh sekitar 51% pada periode yang sama. Pola serupa dapat terjadi jika profit-taking intensitasnya tinggi: ketika Bitcoin stabil atau mulai berbalik, altcoin sering mengikuti koreksi signifikan. Dengan kata lain, aksi ambil untung bukan hanya menekan Bitcoin, tapi juga memicu pelemahan pasar altcoin secara luas.
Perubahan Pasar Pasca Masuknya Institusi Besar (ETF Spot) dan Perilaku Pelaku
Masuknya institusi besar melalui peluncuran ETF spot Bitcoin (sejak Januari 2024) telah mengubah struktur pasar. Dana institusional kini menjadi pemain utama: misalnya BlackRock IBIT rutin mencatat arus masuk bersih setiap harinya selama berminggu-minggu. Fenomena ini seharusnya memperluas basis pembeli dan meningkatkan likuiditas. Namun, CryptoQuant mencatat bahwa meski struktur pasar berubah, “investor psychology hasn’t”. Artinya, perilaku pengambilan keputusan tetap serupa: profit-taking tetap terjadi baik oleh institusi maupun ritel sesuai siklus naik-turun harga.
Kajian CEX.IO menambahkan bahwa kenaikan permintaan institusional kemungkinan akan dipenuhi oleh penjualan dari HODLers jangka panjang. Hal ini tercermin di data on-chain: meski institusi membeli melalui ETF, sebagian besar pasokan yang dijual tetap berasal dari investor lama dan spekulator jangka pendek. Amberdata bahkan melaporkan bahwa entitas institusional seperti MicroStrategy maupun manajer ETF lebih bersikap conviction dalam membeli tambahan Bitcoin. Misalnya, sementara sebagian besar investor mengambil untung, MicroStrategy terus akumulasi, begitu pula ETF BlackRock menambah kepemilikan mereka. Sebaliknya, investor ritel kerap memicu fluktuasi jangka pendek. Kasus arus keluar besar pada IBIT di awal Januari 2025 menunjukkan bahwa investor secara luas melakukan profit-taking pasca reli akhir tahun. Secara keseluruhan, institusi cenderung lebih tahan (holding) dibanding ritel, namun kedua pihak tetap aktif mengambil keuntungan sesuai momentum.
Dampak Aksi Ambil Untung terhadap Harga Bitcoin dan Altcoin
Ketika volume profit-taking melonjak, efeknya langsung terasa pada harga. Pencairan keuntungan oleh banyak pihak menciptakan tekanan jual ekstra. Riset CryptoQuant mencatat kondisi pasar saat ini mirip fase “late-stage bull market” di mana profit-taking mendominasi meski harga masih naik. Dalam kondisi tersebut, aliran modal keluar bisa menyebabkan pergerakan harga yang volatil. Bitcoin, misalnya, sempat turun sekitar 3–4% dalam sepekan setelah mencapai level psikologis US$100.000 awal Januari 2025.
Lebih lanjut, jumlah profit-taking yang sangat besar mengurangi permintaan neto. Dalam satu laporan Cointelegraph, dinyatakan bahwa rata-rata realized profit mingguan sekitar US$1 miliar mengkhawatirkan, karena hal itu bisa membuat reli pasar “stall or even reverse”. Seiring banyaknya investor menguangkan posisi mereka, laju kenaikan harga berpotensi melambat atau bahkan berbalik. Tekanan ini juga merambat ke altcoin: dengan Bitcoin yang menguasai lebih dari setengah kapitalisasi pasar, saat Bitcoin terkoreksi akibat profit-taking, umumnya altcoin mengalami penurunan lebih tajam. Seperti dicatat sebelumnya, altcoin-season sering diikuti koreksi parah setelah pasar puncak, memperlihatkan sensitivitas altcoin terhadap aksi profit-taking Bitcoin.
Reaksi Pasar dan Analis terhadap Potensi Pembalikan Tren
Reaksi analis terhadap lonjakan profit-taking sangat beragam. Sebagian melihatnya sebagai tanda bahaya. Analis Willy Woo misalnya memperingatkan bahwa “risk is peaking” dan masih banyak ruang profit-taking sebelum pasar benar-benar reset. Ia menekankan agar berhati-hati dalam beberapa bulan mendatang karena sentimen pasar yang sudah sangat optimistis. CryptoQuant juga menyebut ini tahap akhir siklus dan menyarankan pendekatan konservatif meski masih ada potensi keuntungan.
Sementara itu, sebagian analis lain lebih optimistis. Laporan dari Glassnode menunjukkan bahwa meski profit bersarang di sebagian besar pasokan, kondisi saat ini belum sedramatis puncak pasar sebelumnya. Perbandingan MVRV Ratio menunjukkan nilai sekitar 1,74, yang masih jauh di bawah zona ekstrem+3σ, artinya ada ruang pertumbuhan sebelum euforia tak terkendali. Oleh karena itu, beberapa analis berpendapat harga Bitcoin bisa terus naik sebelum profit-taking benar-benar memaksa koreksi besar. Di sisi lain, survei oleh MV Global menemukan mayoritas investor besar memprediksi pasar puncak akan terjadi pada paruh kedua 2025. Menurut survei tersebut, banyak yang menargetkan harga BTC mencapai antara US$100.000–150.000 sebelum siklus ini berakhir.
Rekomendasi Strategi Menghadapi Kondisi Ini bagi Investor Kripto
Menghadapi tingginya tekanan profit-taking, para ahli merekomendasikan pendekatan berhati-hati dan terukur. Sebagai langkah awal, investor sebaiknya menetapkan target keuntungan (take-profit) dan mengamankannya secara bertahap. Misalnya, saat harga menembus level resistensi kunci, sebagian posisi dapat direalisasi untuk mengunci laba sebelum pasar berbalik. Strategi risk management juga krusial: memasang stop-loss atau trailing stop dapat melindungi modal dari koreksi mendadak.
Selain itu, diversifikasi portofolio dapat mengurangi risiko. Investor bisa mempertimbangkan memindahkan sebagian aset ke stablecoin atau aset kurang volatil seperti Ethereum jika Bitcoin mulai terseret turun. Pendekatan DCA (Dollar-Cost Averaging) juga dianjurkan saat memasuki kembali pasar setelah koreksi, agar tidak masuk di puncak harga. Intinya, tetap gunakan analisis teknikal (level support-resistance, RSI, dll.) dan data on-chain untuk menentukan momen masuk-keluar. Yang terpenting, hindari serakah. Seperti yang disarankan oleh para ahli, pasar kripto sangat volatil: “set targets and honor them” dengan disiplin. Dengan kesiapan matang dan strategi manajemen risiko, investor dapat melewati fase profit-taking ini dengan lebih aman.
Sumber: Analisis di atas berdasarkan data dan berita dari CryptoQuant, CoinMarketCap, Cointelegraph, Decrypt, dan pemangku kepentingan pasar kripto terkemuka, yang memberikan wawasan terkini tentang dinamika pasar Bitcoin dan altcoin.